Langsung ke konten utama

HASTAG DARI IBU JARI (#)

#Opini
Bimillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Semangat Pagi ! Salam Mahasiswa !


Teman-teman, media sosial merupakan wajah dari hak setiap individu untuk dapat berpendapat, berekspresi, berbagi setingkat tangga dunia. Sesederhana satu kata, satu bait, atau hanya sekedar satu tagar sungguh tak asing lagi jika kata yang terketik pada mesin ketik sederhana itu bisa dengan mudah langsung mewarnai kota sosial media, membuka pikiran seluruh dunia untuk dapat secara sepihak sepakat sependapat dalam satu peryataan yang seharusnya kita pertanyakan terlebih dahulu hakikatnya, tentu hal tersebut sebagai filter terhadap diri kita untuk dapat dengan sebaik mungkin mencerna tuntas informasi yang ada sebelum pada akhirnya menerima dan merepostnya . Ya..itulah fakta hebat dari dunia soaial media. Kita pun perlu berhati-hati dalam mengunggugah jangan sampai menimbulkan perpecahan,

Teman..taukah? salah satu dari seorang aktivis dari kalangan fenimisme Yasmine Mohammed mempelopori sebuah tagar yang tertuliskan #NoHijabDay disalah satu media sosialnya. Dalam akun twitternya pada 2018 silam, Yasmine menulis, “In solidarity with woman who are forced to wear the hijab” dan menambahkan #MyStealthyFreedom serta video melepas kerudung dan membakarnya. Aksi tersebut kemudian diperingati setiap tanggal 1 Februari. Hal tersebut disambut oleh admin Fan Page Hijrah Indonesia. Hijrah Indonesia membuat laman acara “No Hijab Day” di salah satu akun media sosial terbesar yakni Facebook dengan alasan memahami keresahan Yasmine dalam hal hijabisasi dan niqabisasi di seluruh dunia muslim.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Hijrah Indonesia mengajak para perempuan Indonesia baik Muslim maupun bukan Muslim untuk meramaikan #NoHijabDay dengan menayangkan foto-foto mereka berbusana dengan nuansa Indonesia dengan memperlihatkan kepala mereka tanpa memakai hijab/jilbab/niqab/cadar/kerudung dan semacamnya di akun media sosial mereka masing-masing, baik instagram, Facebook, maupun twitter dan blog, dengan tagar #NoHijabDay dan #FreeFromHijab pada 31 Januari 2020 pukul 00.00 WIB sampai dengan 2 Februari 2020 pukul 24.00 WIB. Singkatnya mereka mengajak perempuan untuk memiliki pemahaman bahwa menutup aurat tidaklah wajib.

Adapun alasan diadakannya kampanye ini menurut Hijrah Indonesia adalah :

(1) Hijabisasi baru marak tiga dekade terakhir; Niqabisasi marak satu dekade terakhir.
(2) Tidak semua ulama, tarekat, dan sarjana Keislaman mendakwahkan dan setuju dengan hijabisasi maupun niqabisasi. Pandangan mengenai batasan aurat berbeda-beda.
(3) Kita berdiam di rumah, berada di habitat, berkebutuhan, bekerja, dan atau memiliki fisik, yang kesemuanya berbeda-beda.
(4) Kebutuhan vitamin D, terutama yang mendesak.

Hal tersebut tentu mampu memporak-porandakan pemikiran ummat, mengacaukan syariat, tak mengajak taat justru maksiat. Banyak alasan yang dilontarkan tanpa arah yang jelas. Mereka selalu mengangkat narasi bahwa ketaaatan adalah bagian dari arabisasi, radikalisme, intoleransi dan kata-kata menghakimi lainnya. Dimana pada tujuan akhirnya adalah melahirkan anti-islamisasi bahkan dikalangan ummat islam itu sendiri. Padahal syariat termasuk didalamnya perintah berhijab bukanlah soal budaya arab dimana budaya arab telah ada sejak sebelum hadirnya islam akan tetapi hukum Allah yang mutlak dimana seorang Muslim ketika sudah jelas baginya hukum suatu perbuatan, maka dia terikat dengan hukum tersebut. Bila hukumnya wajib, ia wajib untuk menjalankannya tanpa mencari-cari alasan untuk menolaknya. Demikian pula yang ia katakan tentang hijab seolah sebagai pembatas yang memenjarakan hak-hak sebagai seorang perempuan hanyalah hasil dari pemikiran liberalisme yang hanya mengatas namakan kebebasan, individualisme, dan rasionalisme. Menuhankan akal sebagai sumber utama untuk memahami hukum islam yang sudah pasti. Padahal jika di telaah hikmah dalam perintah hijab tersebut  justru hijab itu menjaga dan memuliakan seorang perempuan. 

Mengenai perintah menutup aurat jumhur ulama pun telah sepakat bahwa batasan aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, tak lagi diperdebatkan hal itu brarti sudah pasti hukumnya dan tidak semestinya ada tawar menawar dengan alasan-alasan tertentu. Mengenai Hijab, Jilbab dan Kerudung sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Hijab merupakan pembatas atau penghalang antara pandangan laki-laki dan perempuan dapat berupa kayu kain atau apapun yang bisa digunakan, Jilbab merupakan baju lapang yang dijulurkan ke seluruh tubuh seperti baju karung (gamis), dan adapun kerudung atau kain penutup kepala hingga ke dada disebut dengan khimar, seperti yang telah dijelaskan pada surat An nur ayar 31 yang artinya ;

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (TQS An-Nuur [24]: 31).

Dari terjemahan surat An nur ayat 31 satu diatas tentu sudah pasti bahwa hukum menutup aurat adalah wajib secara mutlak bagi setiap muslimah yang telah balig, sehingga dirinya telah mukalaf (terbebani pelaksanaan hukum syariat secara sempurna).

Kebolehan muslimah untuk tidak berhijab hanyalah di dalam rumah, sebagai tempat kehidupan khusus baginya. Itu pun jika di dalam rumah hanya ada orang-orang yang dicantumkan di dalam Surah An-Nuur ayat 31 di atas.

Yaitu suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

Jika ada orang lain selain yang telah disebutkan ini, maka muslimah tetap wajib berhijab meski sedang berada di dalam rumah.

Untuk pakaian muslimah di luar rumah (kehidupan umum), maka hal ini diatur dalam Surah Al-Ahzab [33] ayat 59 tentang kewajiban mengenakan pakaian bernama jilbab (gamis), dengan terjemahan berikut ini : 

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  

Sahabat..sangat disayangkan jika hijab dianggap sebagai pembatas yang memenjarakan atau menghalangi hak asasi seorang muslimah, jauh dari kata itu hijab merupakan kewajiban bagi setiap muslimah dalam syariat islam yang telah diatur oleh Allah SWT  melalui keindahan firman-Nya dalam ayat-ayat Al-Quran. Tentu apa yang diperintahkan oleh Allah pasti mengandung hikmah, kemashlatan alih-alih membatasi justru menjaga dan memuliakan seorang perempuan. Manfaat yang ditebarkan pun tak hanya bagi seorang perempuan akan tetapi juga kaum pria di sekelilingnya dan perkembangan generasi bangsa yang lebih beradab.

Bahkan diriwayatkan dari Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahuanhu’anha ia memuji seorang muslimah yang berusaha menaati perintah Allah untuk segera menutup aurat, Beliau berkata ;

“Semoga Allah merahmati para wanita generasi pertama yang ikut melakukan hijrah, mana kala turun ayat, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedada mereka”, kemudian mereka segera merobek baju mantel mereka, untuk kemudian menjadikannya sebagai penutup muka mereka”. (HR. Imam Bukhari, Abu Daud, Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya, Hakim, Baihaqi dan yang lainnya). 

Masya Allah, begitu indahnya dan mulianya iman seorang muslimah mana kala hatinya telah tertaut pada ketaatan Sang Pencipta, maka mereka memahami benar bahwasannya apa yang telah diperintahkan kepadanya wajib lah ia taati tanpa kata tapi. Mereka meyakini penuh bahwa perintah berhijab pastilah mengandung hikmah yang sangat bermanfaat bagi mereka dimana justru akan menghindarkan mereka dari suatu kerusakan pun kemaksiatan. Begitu sangat bangga mereka diberi pakaian kehormatan sebagai tanda ketaqwaan dan kesucian hatinya pada cinta abadinya.

Sahabat mari bersama menuju kebaikan, menaati syariatnya dengan berbusana sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Jangan biarkan ide dari pemikiran liberalisme menggerogoti jiwa hingga syariat di di otak-atik atas dasar hawa nafsu selebrasi, buah dari kebebasan berekspresi. Untuk pemerintah baiknya mulai peduli pada oknum-oknum yang mulai berani dalam mengubah ketentuan hukum syara. Tagar dari ibu jari kini bukan lagi masalah yang main-main. Tindak tegas perlu ditegakkan. 

Wallahu’alam...
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat :)

 (A/SMG)


Refrensi :
Felix Siauw On Instagram : " Hijab Tidak Wajib ? "
Back to Muslim Identity on Instagram : "NoHijabDay Campaign : Maksa Maksiat. Oleh Amilatul Fauziyah."
Back to Muslim Identity on Instagram : "Arus liberalisasi dalam #NoHijabDay Oleh Nor Rahma Sukowati."
https://www.muslimahnews.com/tag/no-hijab-day/ 
http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2020/02/04/69602/membongkar-feminisme-islamapa-dan-siapa-di-balik-no-hijab-day/ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Pandemi terhadap Peningkatan Prevalensi Triple Burden of Malnutrition dan Strategi Pencegahannya

    Pandemi COVID-19 yang terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia memberikan dampak dibeberapa segi kehidupan, salah satu diantaranya potret gizi di Indonesia. Selama pandemi berlangsung terdapat beberapa kebijakan pemerintah   terkait dengan pembatasan mobilitas sosial mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Bersakala Besar) tahun 2020 hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) ditahun 2021, tentunya pembatasan mobilitas berefek pada beberapa kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat seperti kegiatan POYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) baik balita atau lanjut usia, penyuluhan kesehatan ataupun kegiatan sosial lainnya. Berdasarkan survey Litbangkes (2020) kegiatan pelayanan kesehatan dan gizi di masa pandemi sebesar 43,51% tidak ada (tidak jalan), 37,23% berkurang, 18,7% tetap dan 0,56% meningkat selain itu persentase kunjungan PIS-PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) sebesar 43,07% berkurang. Secara tidak langsung pembatasan sosial te...

Review Jurnal "Hubungan Ketidakmerataan Pendapatan dengan Konsumsi Gizi”

Review Jurnal   “Tingkat Pendapatan, Kecukupan Energi dan Hidden Hunger dengan Status Gizi Balita”              Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya (Harjatmo dkk, 2017). Ada tiga indeks yang dapat menggambarkan status gizi balita yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan kondisi underweight , tinggi badan menurut umur (TB/U) menggambarkan kondisi stunting, dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) menggambarkan kondisi wasting . Berdasarkan hasil pemantauan status gizi tahun 2016, persentase balita di Provinsi Bengkulu berdasarkan indeks BB/U 8,4%, indeks TB/U 22,9% dan indeks BB/TB 12,4% (Kemenkes RI,2017).