Surutnya tahun ini tersebab hari yang tak pernah mengalah untuk menyerah, bagaimana mereka bisa begitu menyenangkan selalu bersemangat untuk berganti nama.. mungkin ia tak sabar untuk menanti tahun baru yang kaya akan doa atau mereka punya tanggal yang tercatat pasti , menyudutkan mereka untuk tak berhenti di satu angka dalam dua belas bulan itu.
Lalu Bagaimana dengan saya ?
Mengapa seolah masih mengolah arah ? tak ada yang salah memang..tapi berjalan tanpa peta di sini rasanya sangat melelahkan untuk manusia yang serba terbatas seperti saya. Jalan – jalan yang telah direncanakan habis dimakan hujan tak ada papan petunjuk seperti dijalan tol bahkan lampu lalu lintas kebingungan untuk menentukan warnanya. Kata – kata yang dulu membakar tiba-tiba saja hilang dari akarnya. Benar memang “Manusia bukan makhluk dengan super memori” kata rintik sedu disalah satu episodenya. Adakalanya manusia lupa pada apa-apa yang ingin ia gapai sepenting apappun itu, benar juga jika tak ada yang abadi pada apa-apa yang difikirkan sedalam apapun itu. Nyatanya saat tertidur manusia dengan mudah bisa melepas keributan di isi kepala yang sulit diatur.
Lalu bagaimana nasib sekotak asa ?
Seperti yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer “Menulis adalah bekerja untuk keabadian, dikenang sepanjang masa, dan perlawanan terhadap mereka yang sengaja melupa” Sebab itu sekotak asa yang sudah selayaknya singgah dalam laci abadi sudah seharusnya tertulis, sesederhana apapun itu, tak apa jika nantinya akan serupa anak berusia 3 tahun yang masih labil menyusun kata, tapi setidaknya ada keberanian yang tak akan kehabisan stok, hati sebagai tintanya dan mimpi yang tak terbatas logika. Seperti mereka tanpa takut mencoret dinding di seluruh rumah yang sekilas menjadi garis tak jelas tapi memiliki makna yang tak terbatas.
Jika menulis mampu melawan lupa, maka biar mimpi itu tertulis supaya tak lagi kebingungan saat ditanya dengan pertanyaan yang membosankan mengenai mimpi, tujuan hidup, cita-cita atau apapun itu terlebih pertanyaan itu tak asing muncul pada diri sendiri di fase“Life Quarter Crisis”. Catatan dan perencanaan kecil mengenai mimpi akan menjadi teman yang menjawab semua pertanyaan itu, pengingat saat penat, dan tentunya sebagai arah menghitung langkah. Sebab siapa juga yang bisa menjamin waktu jika ternyata mereka hanya kumpulan angka fana yang mengikis memori tanpa izin. Jika menulis dapat mengenang sepajang masa, maka biar juga proses yang merampas waktu itu tertulis dalam kanvas supaya tak perlu menunggu musim hujan untuk menciptakan ruang waktu sekadar mengenang proses manis yang tak dapat diukur muaranya. Jika menulis tentang keabadian maka biar mimpi-mimpi itu tetap abadi meski tanpa tuannya.
1.47 (21.08.20)
(A/UGN)
Menulis juga merupakan bentuk dari self healing ❤
BalasHapusSemangaaat para penulis dengan latar belakang alasan masing² mengapa mereka menulis ❤
Semangat-Selamat berkarya ^^
Hapus